Menjadi Muslim Sejati Dengan Menolak Vaksinasi? | Alhamdulillah Sholli Ala Rosulillah

[ad_1]

Pro dan kontra vaksinasi kembali “memanas” akhir-akhir ini seiring dengan dilaksanakannya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang akan dilaksanakan serentak pada tanggal 8-15 Maret 2016. Sebagian kaum muslimin, terutama yang bersemangat melaksanakan ajaran (sunnah) agamanya, tampaknya termakan isu bahwa vaksin bertentangan dengan ajaran Islam (haram). Lalu, muncullah slogan-slogan semacam,”Untuk melaksanakan Islam secara kaffah (menyeluruh), maka harus menjadi antivaks.” (Antivaks adalah kelompok yang menentang dan menolak vaksinasi). Atau slogan semacam, ”Kalau ingin melaksanakan sunnah Nabi, cukup dengan thibbun nabawi, tidak perlu memakai vaksin”.

Ketika keyakinan semacam ini dicoba diluruskan dengan menunjukkan bahwa di Kerajaan Saudi Arabia -sebagai salah satu negara yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum negara– terdapat program vaksinasi, serta merta mereka mengatakan,”Saudi Arabia bukanlah negara yang melaksanakan syariat Islam secara kaffah!!” Atau, ”Contoh itu ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pada Saudi Arabia!!” Mereka pun mencela aturan Kerajaan Saudi Arabia yang menjadikan vaksin meningitis sebagai syarat haji dan umroh, sebagai aturan yang menghalangi diterimanya ibadah haji dan umrah di sisi Allah Ta’ala. Lalu sebagian di antara mereka pun tampaknya mencari-cari cara untuk mendapatkan sertifikat vaksin meningitis palsu demi tetap bisa berangkat haji dan umroh.

Seolah-olah, untuk menjadi “muslim sejati” yang melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (salah satu) caranya adalah dengan menolak program vaksinasi yang diwajibkan pemerintah kita. Dan sungguh disayangkan, ketika keyakinan semacam ini mulai masuk ke berbagai pondok pesantren dan juga ke lingkungan pengajian sunnah. Bukan hanya masalah halal-haram, tetapi juga dibumbui isu-isu konspirasi Yahudi atau isu bahwa vaksin tidak aman (berbahaya) untuk manusia. Akibatnya, seperti yang kita lihat di berbagai daerah di Indonesia dan di belahan dunia lainnya, merebaklah wabah-wabah penyakit menular yang sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi.

Kerajaan Saudi Arabia: Negeri yang Berhukum dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah

Kerajaan Saudi Arabia, negeri yang Allah Ta’ala karuniakan dengan keamanan, ketentraman, dan kemakmuran. Kerajaan Saudi Arabia menjadikan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Undang-Undang Dasar Kerajaan. Kerajaan Saudi Arabia adalah negeri yang paling banyak menerapkan hukum dan syariat Islam dalam seluruh sisi kehidupan, meskipun tentunya masih terdapat kekurangan dan belum sempurna. Kita bisa melihat -misalnya- bagaimana aktivitas perdagangan berhenti ketika waktu shalat tiba. Di negeri inilah diajarkan aqidah shahihah sebagai pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan, dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Di sana terdapat kiblat kaum muslimin yang dirindukan oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia setiap tahunnya. Negeri dengan segudang ulama ahlus sunnah, yang memuliakan ulama dan para penuntut ilmu yang berasal dari seluruh penjuru dunia. Negeri yang banyak membantu kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, baik Palestina, Yaman, Suriah, dan termasuk negeri kita, Indonesia. Hal ini tentu sangat berbeda dengan propaganda berbagai pihak yang membenci Saudi Arabia, yaitu mereka yang membenci dakwah tauhid dan dakwah sunnah di sana.

Kota Madinah sendiri telah mendapatkan pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى المَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

Sesungguhnya iman akan kembali ke Madinah seperti kembalinya seekor ular ke dalam lubangnya.” (HR. Bukhari no. 1876 dan Muslim no. 233)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

أقولوأشهد الله تعالى على ما أقول وأشهدكم أيضاً إنني لا أعلم أن في الأرض اليوم من يطبق من شريعة الله ما يطبقه هذا الوطن أعني المملكة العربية السعودية، وهذا بلا شك من نعمة الله علينا فلنكن محافظين على ما نحن عليه اليوم، بل ولنكن مستزيدين من شريعة اللهعز وجلأكثر مما نحن عليه اليوم، لأنني لا أدّعي الكمال، وأننا في القمة بالنسبة لتطبيق شريعة الله لا شك أننا نخل بكثير منها، ولكننا خير والحمد لله مما نعلمه من البلاد الأخرى

Aku katakan -dan aku persaksikan kepada Allah dan kepada kalian terhadap ucapanku ini- bahwa sesungguhnya aku tidak mengetahui di dunia ini pada saat ini (adanya negeri) yang menerapkan syari’at Allah seperti yang diterapkan di negeri ini, maksudku Kerajaan Saudi Arabia. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal ini termasuk nikmat Allah kepada kita. Hendaklah kita menjaga nikmat yang kita rasakan hari ini. Bahkan hendaklah kita menambah penerapan syari’at Allah lebih banyak lagi dari apa yang sudah kita terapkan hari ini, karena kita tidak boleh mengklaim sempurna (dalam penerapan syari’at). Dan memang pada kenyataannya, kita masih banyak kekurangan dalam menerapkan syariat. Akan tetapi, segala puji hanya bagi Allah, sepanjang yang kami ketahui bahwa syari’at (Islam) yang kita terapkan lebih baik dari negeri-negeri yang lain.[1. Majmu’ Fataawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 25/505-506. Dapat dilihat di: http://shamela.ws/browse.php/book-12293/page-10349#page-10349 (diakses tanggal 17 Oktober 2015)].

Program Vaksinasi di Kerajaan Saudi Arabia

Sebagai negara yang berhukum dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, fakta menunjukkan bahwa Kerajaan Saudi Arabia justru sangat kuat mengupayakan perlindungan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi warganya melalui program vaksinasi. Hal ini tentu berbeda dengan kabar yang banyak beredar di kalangan anti-vaksin bahwa tidak ada program vaksinasi di Kerajaan Saudi Arabia. Program vaksinasi di Saudi Arabia didukung penuh oleh pemerintah. Anak-anak di Saudi Arabia bisa memperoleh berbagai jenis vaksin secara cuma-cuma, baik dengan produk vaksin dalam negeri maupun produk impor. Sekolah-sekolah di Saudi Arabia juga mensyaratkan pencantuman data vaksinasi calon siswa pada saat pendaftaran masuk sekolah (Gambar 1, 2, 3, dan 4). Dan kalau kita cermati, vaksin-vaksin yang diberikan secara gratis di Kerajaan Saudi Arabia lebih banyak dibandingkan dengan vaksin bersubsidi di Indonesia.

Gambar 1. Kartu Vaksinasi di Kerajaan Saudi Arabia

Gambar 2. Jadwal Vaksinasi di Kerajaan Saudi Arabia

Gambar 3. Formulir pendaftaran siswa sekolah dasar swasta [2. Dicantumkan dengan seijin Ibu Masita Haekal, yang pernah berdomisili di Riyadh, Saudi Arabia]

Gambar 4. Catatan pemberian vaksin yang telah diberikan kepada seorang anak di Saudi Arabia

Perusahaan Vaksin di Kerajaan Saudi Arabia

Selain itu, dalam upaya memenuhi kebutuhan lokal dan regional kawasan teluk dan sekitarnya, pada tahun 2005 Saudi Arabia mendirikan ARABIO, yaitu produsen vaksin pertama di wilayah teluk, berkantor pusat di Jeddah. Pada tahun 2006, ARABIO menggandeng ACDIMA (Arab Company for Drug Industries and Medical Appliances), Tamer Group dan ICD. Pabrik ARABIO sendiri berada di kota Makkah dan mulai berproduksi pada tahun 2007. ARABIO memproduksi berbagai jenis vaksin, baik vaksin untuk bakteri atau vaksin untuk virus. [3. Lihat: http://www.arabio.com/about_us.html (diakses tanggal 17 Oktober 2015)].

Setelah menggandeng ACDIMA, Tamer Group dan ICD, ARABIO bekerja sama dengan Halal Development Corporation, Malaysia untuk mulai memproduksi 3 vaksin yang benar-benar murni berbahan halal (dengan menghilangkan bahan-bahan bersumber babi). Ketiga jenis vaksin tersebut (meningitis, hepatitis dan meningokokal) diharapkan siap diluncurkan pada tahun 2017[4. “Saudi is Firm to Produce Halal Vaccine“. http://english.alarabiya.net/en/variety/2014/04/10/Saudi-firm-to-produce-halal-vaccine.html (diakses tanggal 17 Oktober 2015)]. Hal ini bukan berarti bahwa produk vaksin selama ini tidak halal atau haram (sebagaimana fatwa halal yang telah dikeluarkan oleh banyak ulama terkemuka) [5. Silakan dicermati fatwa-fatwa tentang bolehnya vaksinasi berikut ini:
https://muslimafiyah.com/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bolehnya-imunisasi-vaksinasi.html], 
tetapi semata-mata untuk menghilangkan “kontroversi” dan “keraguan” yang selama ini terdapat di tengah-tengah sebagian umat Islam.

Dukungan Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah Al-Ifta’ terhadap Program Vaksinasi

Sebagai negara dimana ulama-ulama kelas dunia bertempat tinggal dan mengajar para pendakwah dari seluruh dunia, Saudi Arabia memperoleh dukungan penuh dari para ulama negeri tersebut. Hal ini tercermin dari berbagai fatwa yang berkaitan dengan imunisasi dan vaksinasi yang dikeluarkan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Al-Ifta’ [6. Silakan kunjungi situs resmi Al-Lajnah Daimah Al-Ifta’, yaitu: http://www.alifta.net/ lalu pilih versi Bahasa Inggris (English) dan lakukan pencarian dengan kata kunci “vaccination”].

Kami tidak bermaksud menyebutkan program vaksinasi di Kerajaan Saudi Arabia sebagai dalil bahwa vaksin itu mubah dan halal, karena dalil adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Namun fakta bahwa Kerajaan Saudi Arabia, dengan bimbingan para ulama di sana, yang menetapkan program vaksinasi merupakan alasan pendukung yang menguatkan bahwa vaksinasi adalah hal yang maslahat dan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Sampai saat ini, pemerintah Kerajaan Saudi Arabia menjadikan vaksin meningitis sebagai syarat wajib mendapatkan visa umrah dan haji[7. Silakan dicermati ketentuan Kementerian Kesehatan Saudi Arabia untuk calon jamaah haji dan umrah berikut ini: http://www.moh.gov.sa/en/hajj/pages/healthregulations.aspx]. 

Namun sayangnya, dalam beberapa komentar di media sosial, mereka (penggiat anti-vaksin) arahkan celaan dan hinaan kepada pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dan para ulama mereka, karena adanya program vaksinasi di sana[8. Silakan dilihat salah satu contoh (bukti) celaan dan hinaan tersebut di sini: https://goo.gl/rpTNSi, diakses tanggal 20 Oktober 2015]. Betapa jahat lisan-lisan mereka yang mengarahkan tuduhan dan hinaan keji semacam itu, hanya semata-mata karena urusan vaksin!! Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan.

Semoga penjelasan ini dapat menjawab berbagai slogan dan keyakinan antivaks di atas. Karena para ulama yang tidak kita ragukan lagi keilmuan dan sikap wara’-nya [9. Wara’ adalah meninggalkan perkara syubhat (perkara yang masih samar hukumnya) dan perkara mubah yang berlebih-lebihan, dan juga meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat], ternyata tidak menolak vaksinasi. Terakhir, semoga kita tidak termasuk orang yang “menolak pendapat (fatwa) ulama kalau dia pro-vaksin” (ulama yang berfatwa bahwa vaksin itu halal), sebagaimana para penggiat anti-vaksin menolak pendapat dokter, ilmuwan, atau ahli kesehatan yang “pro vaksin” (dengan menghinanya sebagai ahli kesehatan pro-babi). Karena hukum Islam adalah merujuk kepada pendapat yang LEBIH DEKAT (LEBIH SESUAI) kepada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan merujuk pada batasan ulama pro- atau anti-vaksin. Wallahu Ta’ala a’lam. [10. Tulisan ini merupakan salah satu bab pembahasan yang terdapat di buku kami, “Islam, Sains, dan Imunisasi: Mengungkap Fakta di Balik Vaksin Alami.” Buku tersebut saat ini masih berupa draft yang kami susun bersama tim penulis yang lain. Semoga Allah Ta’ala memudahkan penyelesaiannya] [11. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ummu Hamzah, yang saat ini tinggal di Madinah An-Nabawiyyah, yang telah membantu penyusunan tulisan ini] [12. Penulis tidak memiliki hubungan dengan perusahaan vaksin mana pun. Tulisan ini murni berasal dari hasil kajian yang dilakukan oleh penulis].

Selesai disempurnakan menjelang isya’, Sint-Jobskade Rotterdam, 23 Jumadil Awwal 1437

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel Muslim.or.id

___


[ad_2]
Source link : muslim.or.id
Alhamdulillah Allohumma Sholli ‘Ala Nabiyina Muhammad Wa Ahlihi Wa Ashhabihi Wa Ummatihi. Subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridha nafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimatihi.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *